adsense

Sunday, 28 July 2013

KOLOID



KOLOID


A. PENGERTIAN KOLOID
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi heterogen.
Campuran homogen adalah campuran yang memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran tersebut, contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.
Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat) dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
Larutan adalah campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut dinamakan juga dengan fasa terdispersi atau solut, sedangkan zat pelarut disebut dengan fasa pendispersi atau solvent. Contohnya larutan gula atau larutan garam.



BACA SELENGKAPNYA....

B. SISTEM DISPERSI

Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem dispersi. Pasir, gula dan susu disebut fase terdispersi. Sedangkan air disebut medium pendispersi.
1. Dispersi kasar
Dispersi kasar atau suspensi akan terjadi jika diameter fasa terdispersi memiliki ukuran di atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula keruh tetapi dalam beberapa saat segera nampak batas antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi karena terjadinya pengendapan. Kita dapat memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya dengan cara melakukan penyaringan.
Contoh dispersi kasar adalah dispersi pasir di dalam air, air kopi, air sungai, campuran minyak dengan air, campuran tepung gandum dengan air, dan lain-lain.
2. Dispersi halus
Dispersi halus disebut juga sebagai dispersi molekuler atau larutan sejati. Dispersi halus akan terbentuk bila diameter fasa terdispersi berukuran dibawah 1 nanometer, sistem bersifat homogen dan larutan tampak jernih. Dispersi halus tidak menghasilkan pengendapan sehingga bila kita menyaring fasa terdispersi maka tidak bisa dipisahkan dari medium pendispersinya.
Contoh dispersi halus adalah dispersi gula di dalam air, spirtus, larutan NaCl dalam air, larutan cuka, udara (campuran oksigen dan gas-gas lainnya), bensin, dan lain-lain.
3. Dispersi koloid
Dispersi koloid disebut juga larutan koloid. Dispersi koloid akan terjadi jika diameter fasa terdispersi berukuran antara 1 nanometer sampai 100 nanometer. Sifat dispersi koloid terletak diantara suspensi dan larutan. Secara sepintas lalu, dispersi koloid akan tampak seperti larutan homogen. Namun jika diamati di bawah mikroskop ultra maka kita masih bisa membedakan antara fase terdispersi dan medium pendispersi.
Sistem ini ditandai dengan kondisi larutan selalu keruh namun tidak terjadi pengendapan sehingga penyaringan fasa terdispersi tidak bisa dilakukan. Contoh dispersi koloid adalah dispersi susu di dalam air, santan, agar-agar yang sudah dimasak, detergen, mentega, selai, dan lain-lain.
erbedaan antara ketiga system disperse tersebut diatas disajikan dalam bentuk tabel berikut







C. SISTEM KOLOID

Sistem koloid tersusun atas fase terdispersi yang tersebar merata pada medium pendispersi. Fase terdispersi maupun medium pendispersi dapat berupa gas, cair, atau padat. Tetapi campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid, sebab semua gas akan bercampur homogen dalam segala perbandingan




 

D. SIFAT-SIFAT KOLOID

1.      Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.      Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasi di tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
3.      Adsorpsi
Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. (Catatan : Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel). Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.
4.      Muatan koloid
Dikenal dua macam koloid, yaitu koloid bermuatan positif dan koloid bermuatan negatif.
5.      Koagulasi koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
6.      Koloid pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi.
7.      Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara ini disebut proses dialisis. Yaitu dengan mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran semi permeable yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semi permeable ini dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.
8.      Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan arus listrik.

E. KOLOID LIOFIL DAN LIOFOB
Koloid yang memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob. Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berarti tidak suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.
Contoh:
• Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.
• Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam.
Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid liofob/ hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan cairan/air mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian tidak terjadi pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan koloid menstabilkan sistem koloid.
Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka dapat membentuk kembali sol hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat reversibel. Sebaliknya, sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol hidrofob disimpulkan sebagai berikut.


F. KOLOID ASOSIASI

Koloid asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari gabungan asosiasi partikel kecil yang larut dalam medium, contohnya koloid Fe(OH)3. Senyawa ini larut dalam air menjadi ion Fe3+ dan OH- dicampur sedemikian rupa sehingga berasosiasi membentuk kristal kecil yang melayang-layang dalam air sebagai koloid.
Suatu koloid selalu mengandung dua fasa yang berbeda, mungkin berupa gas, cair atau padat. Pengertian fasa disini tiadk sama dengan wujud, karena ada wujud sama tetapi fasanya berbeda, contohnya campuran air dan minyak bila dikocok akan terlihat butiran minyak dalam air. Butiran itu mempunyai fasa berbeda dengan air walaupun keduanya cair. Oleh sebab itu suatu koloid selalu mempunyai fasa terdispersi dan fasa pendispersi. Fasa teedispersi mirip denga zat terlarut, dan fasa pendispersi mirip dengan pelarut pada suatu larutan.


G. PEMBUATAN KOLOID

Suatu sistem koloid dapat dibuat dengan dua cara, yaitu cara dispersi dan kondensasi.

Dispersi 
Gumpalan materi atau suspensi kasar dapat diubah menjadi lebih kecil sehingga tersebar dan berukuran koloid. Membuat koloid dengan memecah gumpalan itu disebut dispersi (penyebaran), yaitu dengan cara sebagai berikut.
1.   Cara mekanik, yaitu menggerus (menggiling) partikel kasar sampai berukuran koloid, contohnya membuat koloid belerang dan urea masing-masing dari butirannya.
2.   Cara elektronik, yaitu membuat koloid dengan mencelupkan dua elektroda logam (seperti emas) ke dalam air. Akibatnya atom-atom emas lepas dari elektroda dan bergabung membentuk partikel koloid emas (gambar 10.6). Demikian juga cara membuat koloid lain, seperti platina dan perak.
3.   Cara peptisasi, yaitu membuat koloid dengan menambahkan suatu cairan kapada partikel kasar (endapan) sehingga pecah menjadi koloid. Contohnya membuat koloid AgCl dengan menambahkan air suling kepada padatan AgCl, dan menambahkan HCl encer pada endapan Al (OH)3 dapat dibuat dengan menambahkan larutan FeCl3 pada endapan Fe(OH)3.
Kondensasi
Kondensasi adalah kebalikan dari dispersi, yaitu penggabungan (kondensasi) partikel kecil menjadi lebih besar sampai berukuran koloid.Penggabungan ini  terjadi dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut:

1. Cara reaksi kimia, yaitu menambahkan pereaksi tertentu kedalam larutan sehingga hasil reaksinya berupa koloid.
Cara reduksi, yaitu mereduksi logam dari senyawa sehingga terbentuk agregat atau logam. Contohnya membuat koloid emas dengan mereduksi emas klorida dengan stanni klorida
            
2AuCl3 + 3SnCl2        ---->           2Au + 3 SnCl

2. Cara oksidasi, yaitu mengoksidasi unsur dalam senyawa sehingga terbentuk unsur bebas. Contohnya dalam membuat koloid belerang dengan mengoksidasi hidrogen sulfida dengan SO2.

  2H2S + SO2   ---->        2S + H2O

3. Cara hidrolisis, yaitu menghidrolisis senyawa ion sehingga terbentuk senyawa yang sukar larut (koloid). Contohnya dalam membuat koloid Fe(OH)3 dengan memasukkan larutan FeCl3 ke dalam air panas.
          
  FeCl3(aq) + H2O(l)  --->  Fe(OH)3(s)  + 3HCl (aq)

4. Reaksi metasis, yaitu penukaran ion sehingga terbantuk seyawa yang sukar larut (koloid). Contohnya dalam membuat koloid AgBr dengan mereaksikan larutan AgNO3 dengan KBr.
A    AgNO3 +KBr                   ------>        AgBr(s)  + KNO3


H. PERANAN KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

a. Mengurangi polusi udara
Gas buangan pabrik yang mengandung asap dan partikel berbahaya dapat diatasi dengan menggunakan alat yang disebut pengendap cottrel. Prinsip kerja alat ini memanfaatkan sifat muatan dan penggumpalan koloid sehingga gas yang dikeluarkan ke udara telah bebas dari asap dan partikel berbahaya
Asap dari pabrik sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai 75.000 volt).  Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel  bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali debu yang berharga (misalnya debu logam).

b. Penggumpalan lateks
Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet alam terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol  getah karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet menggumpal dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah  karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci lalu diproses lebih lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Untuk keperluan lain,  misalnya pembuatan balon dan karet busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud cair yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam sehingga sol tidak menggumpal.

c. Membantu pasien gagal ginjal
Proses dialisis untuk memisahkan partikel-partikel koloid dan zat terlarut merupakan dasar bagi pengembangan dialisator. Penerapan dalam kesehatan adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal. Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati selaput semipermiabel dengan demikian pada akhir proses pada kantung hanya tersisa  koloid saja. Dengan melakukan cuci darah yang memanfaatkan prinsip dialisis koloid, senyawa beracun seperti urea dan keratin dalam darah penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan. Darah yang telah bersih kemudian dimasukkan kembali ke tubuh pasien.

d. Penjernihan air
Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya penjernihan air. Kadang-kadang air  dari mata air seperti sumur gali dan sumur bor tidak dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan perlu dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu dilakukan  secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring bahan-bahan yang tidak larut dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang  dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak  terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.
Proses pengolahan air tergantung pada mutu baku air (air belum diolah), namun pada  dasarnya melalui 4 tahap pengolahan. Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan ini  memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang berupa koloid  tidak dapat diendapkan dengan cara itu.
Pada  tahap kedua, setelah suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung koloid diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah aluminium sulfat, besi(II)sulfat,     besi(III)klorida, dan klorinasi koperos (FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga untuk menjadikan  pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air berkisar antara 5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.
Pada  tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air akan tertahan pada saringan pasir tersebut.
Pada  tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit (kaporit) atau klorin (Cl2).
e.  Sebagai deodoran
Deodoran mengandung aluminium klorida yang dapat mengkoagulasi atau mengendapkan protein dalam keringat.endapan protein ini dapat menghalangi kerja kelenjer keringat sehingga keringat dan potein yang dihasilkan berkurang.
f. Sebagai bahan makanan dan obat
Ada zat-zat yang tidak larut dalam air sehingga harus dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk kapsul.
g. Sebagai bahan kosmetik
Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa padatan, tetapi lebih baik digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya dibuat berupa koloid dengan tertentu.
h. Sebagai bahan pencuci
Prinsip koloid juga digunakan dalam proses pencucian dengan sabun dan detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau detergen, sabun/ detergen berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan mengemulsikan minyak dalam air  sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau minya

I. DAMPAK NEGATIF SISTEM  KOLOID

Selain memberikan manfaat, sistem koloid juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

1.      Asbut
Asbut adalah sistem koloid yang terdiri atas berbagai partikel gas dan partikel -  partikel zat cair. Asbut (smog) merupakan kombinasi asap (smog) dan kabut (fog).
2.      Debu
Debu adalah sistem koloid yang terdiri atas partikel - partikel padat yang terdispersi dalam udara. Contoh debu yang menyebabkan pencemaran udara dan dapat menyebabakan gangguan kesehatan adalah debu asbes.

3.      Sol
Sol adalah sistem koloid yang terdiri atas partikel terdispersi padat di dalam medium pendispersi cair.

4.      Buih
Buih adalah sistem kolid yang terdiri atas fase terdispersi gas dan medium pendispersi cair
 

 

No comments:

Post a Comment

camp