KOLOID
A. PENGERTIAN KOLOID
Koloid adalah
suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau lebih di mana
partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi/yang dipecah)
tersebar secara merata di dalam zat lain (medium pendispersi/ pemecah). Dimana
di antara campuran homogen dan heterogen terdapat sistem pencampuran yaitu
koloid, atau bisa juga disebut bentuk (fase) peralihan homogen menjadi
heterogen.
Campuran
homogen adalah campuran yang memiliki sifat sama pada setiap bagian campuran
tersebut, contohnya larutan gula dan hujan. Sedangkan campuran heterogen
sendiri adalah campuran yeng memiliki sifat tidak sama pada setiap bagian
campuran, contohnya air dan minyak, kemudian pasir dan semen.
Ukuran partikel
koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran yang dimaksud dapat berupa diameter,
panjang, lebar, maupun tebal dari suatu partikel. Contoh lain dari sistem
koloid adalah adalah tinta, yang terdiri dari serbuk-serbuk warna (padat)
dengan cairan (air). Selain tinta, masih terdapat banyak sistem koloid yang
lain, seperti mayones, hairspray, jelly, dll.
Larutan adalah
campuran homogen antara zat terlarut dan pelarut. Zat terlarut dinamakan juga
dengan fasa terdispersi atau solut, sedangkan zat pelarut disebut dengan fasa
pendispersi atau solvent. Contohnya larutan gula atau larutan garam.
BACA SELENGKAPNYA....
B. SISTEM DISPERSI
Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir, gula dan susu masing-masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian diaduk dalam wadah terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem dispersi. Pasir, gula dan susu disebut fase terdispersi. Sedangkan air disebut medium pendispersi.1. Dispersi kasar
Dispersi kasar
atau suspensi akan terjadi jika diameter fasa terdispersi memiliki ukuran di
atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula keruh tetapi dalam beberapa saat
segera nampak batas antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi karena
terjadinya pengendapan. Kita dapat memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya
dengan cara melakukan penyaringan.
Contoh dispersi
kasar adalah dispersi pasir di dalam air, air kopi, air sungai, campuran minyak
dengan air, campuran tepung gandum dengan air, dan lain-lain.
2.
Dispersi halus
Dispersi halus
disebut juga sebagai dispersi molekuler atau larutan sejati. Dispersi halus
akan terbentuk bila diameter fasa terdispersi berukuran dibawah 1 nanometer,
sistem bersifat homogen dan larutan tampak jernih. Dispersi halus tidak
menghasilkan pengendapan sehingga bila kita menyaring fasa terdispersi maka
tidak bisa dipisahkan dari medium pendispersinya.
Contoh dispersi
halus adalah dispersi gula di dalam air, spirtus, larutan NaCl dalam air,
larutan cuka, udara (campuran oksigen dan gas-gas lainnya), bensin, dan
lain-lain.
3. Dispersi koloid
Dispersi koloid
disebut juga larutan koloid. Dispersi koloid akan terjadi jika diameter fasa
terdispersi berukuran antara 1 nanometer sampai 100 nanometer. Sifat dispersi
koloid terletak diantara suspensi dan larutan. Secara sepintas lalu, dispersi
koloid akan tampak seperti larutan homogen. Namun jika diamati di bawah
mikroskop ultra maka kita masih bisa membedakan antara fase terdispersi dan
medium pendispersi.
Sistem ini
ditandai dengan kondisi larutan selalu keruh namun tidak terjadi pengendapan
sehingga penyaringan fasa terdispersi tidak bisa dilakukan. Contoh dispersi
koloid adalah dispersi susu di dalam air, santan, agar-agar yang sudah dimasak,
detergen, mentega, selai, dan lain-lain.
erbedaan antara ketiga system disperse tersebut
diatas disajikan dalam bentuk tabel
berikut
C. SISTEM KOLOID
Sistem koloid
tersusun atas fase terdispersi yang tersebar merata pada medium pendispersi.
Fase terdispersi maupun medium pendispersi dapat berupa gas, cair, atau padat.
Tetapi campuran gas dengan gas tidak membentuk sistem koloid, sebab semua gas
akan bercampur homogen dalam segala perbandingan
D. SIFAT-SIFAT KOLOID
1.
Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala
penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini
disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini
ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh
karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek
tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat
larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan
menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan.
hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel
yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada
larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi
hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.
Gerak
Brown
Gerak Brown ialah gerakan
partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu
(gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra,
maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk
zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu
zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat
cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasi
di tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid dengan medium
pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan
tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut
berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka
tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu
resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga
terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin
kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian
pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang
terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan
dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat
(suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang
dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari
partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
3.
Adsorpsi
Adsorpsi ialah peristiwa
penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid
yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. (Catatan : Adsorpsi harus
dibedakan dengan absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu
partikel). Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena
permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan
negatif karena permukaannya menyerap ion S2.
4.
Muatan
koloid
Dikenal dua
macam koloid, yaitu koloid bermuatan positif dan koloid bermuatan negatif.
5.
Koagulasi
koloid
Koagulasi
adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya
koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat
terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara
kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
6.
Koloid
pelindung
Koloid
pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari
proses koagulasi.
7.
Dialisis
Dialisis
ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara ini disebut proses
dialisis. Yaitu dengan mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui
membran semi permeable yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semi permeable
ini dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid
dan cairan akan berpisah.
8.
Elektroforesis
Elektroferesis
ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan
arus listrik.
E. KOLOID LIOFIL DAN LIOFOB
Koloid yang
memiliki medium dispersi cair dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob.
Suatu koloid disebut koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara
zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio =
cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik
tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berarti tidak suka cairan (Yunani:
lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika medium dispersi yang dipakai
adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid
hidrofil dan koloid hidrofob.
Contoh:• Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.
• Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam.
Koloid
liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid liofob/ hidrofob.
Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan cairan/air mediumnya.
Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid
tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian tidak terjadi
pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena
mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan
koloid menstabilkan sistem koloid.
Sol hidrofil
tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari
sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat
padat tersebut dicampurkan kembali dengan air, maka dapat membentuk kembali sol
hidrofil. Dengan perkataan lain, sol hidrofil bersifat reversibel. Sebaliknya,
sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit.
Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika
dicampur kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil dengan sol hidrofob
disimpulkan sebagai berikut.
F. KOLOID ASOSIASI
Koloid asosiasi, yaitu koloid yang terbentuk dari
gabungan asosiasi partikel kecil yang larut dalam medium, contohnya koloid
Fe(OH)3. Senyawa ini larut dalam air menjadi ion Fe3+ dan
OH- dicampur
sedemikian rupa sehingga berasosiasi membentuk kristal kecil yang
melayang-layang dalam air sebagai koloid.
Suatu koloid selalu
mengandung dua fasa yang berbeda, mungkin berupa gas, cair atau padat.
Pengertian fasa disini tiadk sama dengan wujud, karena ada wujud sama tetapi
fasanya berbeda, contohnya campuran air dan minyak bila dikocok akan terlihat
butiran minyak dalam air. Butiran itu mempunyai fasa berbeda dengan air
walaupun keduanya cair. Oleh sebab itu suatu koloid selalu mempunyai fasa
terdispersi dan fasa pendispersi. Fasa teedispersi mirip denga zat terlarut,
dan fasa pendispersi mirip dengan pelarut pada suatu larutan.
G. PEMBUATAN KOLOID
Suatu sistem koloid dapat dibuat dengan
dua cara, yaitu cara dispersi dan kondensasi.
Dispersi
Gumpalan materi atau suspensi kasar
dapat diubah menjadi lebih kecil sehingga tersebar dan berukuran koloid. Membuat
koloid dengan memecah gumpalan itu disebut dispersi (penyebaran), yaitu
dengan cara sebagai berikut.
1. Cara
mekanik, yaitu menggerus (menggiling) partikel kasar sampai berukuran
koloid, contohnya membuat koloid belerang dan urea masing-masing dari butirannya.
2. Cara
elektronik, yaitu membuat koloid dengan mencelupkan dua elektroda logam
(seperti emas) ke dalam air. Akibatnya atom-atom emas lepas dari elektroda dan
bergabung membentuk partikel koloid emas (gambar 10.6). Demikian juga cara
membuat koloid lain, seperti platina dan perak.
3. Cara peptisasi, yaitu
membuat koloid dengan menambahkan suatu cairan kapada partikel kasar (endapan)
sehingga pecah menjadi koloid. Contohnya membuat koloid AgCl dengan menambahkan
air suling kepada padatan AgCl, dan menambahkan HCl encer pada endapan Al (OH)3
dapat dibuat dengan menambahkan larutan FeCl3 pada endapan Fe(OH)3.
Kondensasi
Kondensasi
adalah kebalikan dari dispersi, yaitu penggabungan (kondensasi) partikel kecil
menjadi lebih besar sampai berukuran koloid.Penggabungan ini terjadi
dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut:
1. Cara reaksi kimia, yaitu menambahkan pereaksi
tertentu kedalam larutan sehingga hasil reaksinya berupa koloid.
Cara
reduksi, yaitu mereduksi logam dari senyawa sehingga terbentuk
agregat atau logam. Contohnya membuat koloid emas dengan mereduksi emas klorida
dengan stanni klorida
2AuCl3 + 3SnCl2
----> 2Au + 3 SnCl
2. Cara oksidasi, yaitu
mengoksidasi unsur dalam senyawa sehingga terbentuk unsur bebas. Contohnya
dalam membuat koloid belerang dengan mengoksidasi hidrogen sulfida dengan SO2.
2H2S
+ SO2
----> 2S + H2O
3. Cara
hidrolisis, yaitu menghidrolisis senyawa ion sehingga terbentuk senyawa
yang sukar larut (koloid). Contohnya dalam membuat koloid Fe(OH)3
dengan memasukkan larutan FeCl3 ke dalam air panas.
FeCl3(aq)
+ H2O(l) ---> Fe(OH)3(s)
+ 3HCl (aq)
4. Reaksi metasis, yaitu
penukaran ion sehingga terbantuk seyawa yang sukar larut (koloid). Contohnya
dalam membuat koloid AgBr dengan mereaksikan larutan AgNO3 dengan KBr.
A AgNO3 +KBr
------>
AgBr(s) + KNO3
H. PERANAN KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
a.
Mengurangi polusi udara
Gas buangan
pabrik yang mengandung asap dan partikel berbahaya dapat diatasi dengan
menggunakan alat yang disebut pengendap cottrel. Prinsip kerja alat ini
memanfaatkan sifat muatan dan penggumpalan koloid sehingga gas yang dikeluarkan
ke udara telah bebas dari asap dan partikel berbahaya
Asap dari pabrik
sebelum meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang
tajam dan bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai 75.000 volt).
Ujung-ujung yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion
tersebut akan diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya,
partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang
lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua
tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali
debu yang berharga (misalnya debu logam).
b.
Penggumpalan lateks
Getah karet
dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah karet merupakan sol, yaitu
dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam merupakan zat padat yang
molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet alam terdispersi sebagai
partikel koloid dalam sol getah karet. Untuk mendapatkan karetnya, getah
karet harus dikoagulasikan agar karet menggumpal dan terpisah dari medium
pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah karet, biasanya digunakan
asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH. Larutan asam pekat itu akan
merusak lapisan pelindung yang mengelilingi partikel karet. Sedangkan ion-ion
H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya,
gumpalan karet digiling dan dicuci lalu diproses lebih lanjut sebagai lembaran
yang disebut sheet atau diolah menjadi karet remah (crumb rubber). Untuk
keperluan lain, misalnya pembuatan balon dan karet busa, getah karet
tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam wujud cair yang disebut lateks.
Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah karet dicampur dengan larutan
amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa melindungi partikel karet di
dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam sehingga sol tidak menggumpal.
c.
Membantu pasien gagal ginjal
Proses dialisis
untuk memisahkan partikel-partikel koloid dan zat terlarut merupakan dasar bagi
pengembangan dialisator. Penerapan dalam kesehatan adalah sebagai mesin pencuci
darah untuk penderita gagal ginjal. Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati
selaput semipermiabel dengan demikian pada akhir proses pada kantung hanya
tersisa koloid saja. Dengan melakukan cuci darah yang memanfaatkan
prinsip dialisis koloid, senyawa beracun seperti urea dan keratin dalam darah
penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan. Darah yang telah bersih kemudian
dimasukkan kembali ke tubuh pasien.
d.
Penjernihan air
Untuk
memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya penjernihan air. Kadang-kadang
air dari mata air seperti sumur gali dan sumur bor tidak dapat dipakai
sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan perlu dijernihkan sebelum
dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik skala kecil (rumah tangga)
maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu dilakukan secara bertahap.
Mula-mula mengendapkan atau menyaring bahan-bahan yang tidak larut dengan
saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya
tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya
mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air
yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air
minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat
lamanya.
Proses
pengolahan air tergantung pada mutu baku
air (air belum diolah), namun pada dasarnya melalui 4 tahap pengolahan.
Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan perlahan-lahan sampai
benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan ini memerlukan tempat
yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang berupa koloid tidak dapat
diendapkan dengan cara itu.
Pada
tahap kedua, setelah suspensi kasar terendapkan, air yang mengandung koloid
diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang banyak digunakan adalah
aluminium sulfat, besi(II)sulfat, besi(III)klorida, dan
klorinasi koperos (FeCl2Fe2(SO4)3).
Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan partikel-partikel koloid, juga
untuk menjadikan pH air sekitar 7 (netral). Jika pH air berkisar antara
5,5–6,8, maka yang digunakan adalah aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa
besi sulfat dapat digunakan pada pH air 3,5–5,5.
Pada
tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan mengalami proses pengendapan,
benda-benda koloid yang telah menggumpal dibiarkan mengendap. Setelah mengalami
pengendapan, air tersebut disaring melalui penyaring pasir sehingga sisa
endapan yang masih terbawa di dalam air akan tertahan pada saringan pasir
tersebut.
Pada
tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi sedikit air kapur untuk
menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan kalsium hipoklorit
(kaporit) atau klorin (Cl2).
e.
Sebagai deodoran
Deodoran
mengandung aluminium klorida yang dapat mengkoagulasi atau mengendapkan protein
dalam keringat.endapan protein ini dapat menghalangi kerja kelenjer keringat
sehingga keringat dan potein yang dihasilkan berkurang.
f.
Sebagai bahan makanan dan obat
Ada zat-zat yang tidak larut dalam air sehingga harus
dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk
kapsul.
g.
Sebagai bahan kosmetik
Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa padatan,
tetapi lebih baik digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya dibuat
berupa koloid dengan tertentu.
h.
Sebagai bahan pencuci
Prinsip koloid
juga digunakan dalam proses pencucian dengan sabun dan detergen. Dalam
pencucian dengan sabun atau detergen, sabun/ detergen berfungsi sebagai
emulgator. Sabun/detergen akan mengemulsikan minyak dalam air sehingga
kotoran-kotoran berupa lemak atau minya
I. DAMPAK NEGATIF SISTEM KOLOID
Selain memberikan manfaat, sistem
koloid juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
1. Asbut
Asbut adalah sistem koloid yang terdiri
atas berbagai partikel gas dan partikel - partikel zat cair. Asbut (smog)
merupakan kombinasi asap (smog) dan kabut (fog).
2. Debu
Debu adalah sistem koloid yang terdiri
atas partikel - partikel padat yang terdispersi dalam udara. Contoh debu yang
menyebabkan pencemaran udara dan dapat menyebabakan gangguan kesehatan adalah
debu asbes.
3. Sol
Sol adalah sistem koloid yang terdiri
atas partikel terdispersi padat di dalam medium pendispersi cair.
4. Buih
Buih adalah sistem kolid yang terdiri
atas fase terdispersi gas dan medium pendispersi cair
No comments:
Post a Comment